"KARTINI DAN PERAN MUSLIMAH"
Dalam pandangan Islam, perempuan memiliki harkat yang setara dengan laki-laki untuk mengemban amanah kekhalifahan di bumi, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, serta memiliki potensi intrinsik sebagai Ibu Generasi. Seorang perempuan yang sukses ialah perempuan yang paham terhadap agamanya, sukses mendidik putra-putrinya, dan dapat mendukung aktifitas suami yang baik, serta dapat bermanfaat bagi lingkungannya.
Signifikansi peranan perempuan terhadap pembangunan bisa dilihat dari seberapa jauh ia mengerahkan segala kompetensi dan sifat keibuannya dalam menyumbang perbaikan kehidupan bermasyarakat di negara ini. Hak dan kesempatan yang dimiliki oleh perempuan dalam berperan aktif di publik harus diimbangi dengan kewajibannya dalam menjalankan roda domestik rumah tangganya dengan baik pula.
Kesetaraan hak dan kesempatan bagi perempuan telah dicontohkan sejak zaman dahulu oleh Rasulullah saw. Pada masanya, perempuan telah memiliki kebebasan untuk berperan aktif dalam ranah publik, diantaranya tidak melarang perempuan untuk aktif di bidang militer, yang tidak hanya mengandalkan kematangan dan kepiawaian konsep namun juga fisik.
Diantara aktifis militer perempuan pada masa Rasulullah saw adalah Ummi Athiyyah Al anshoriyah, Arrobi binti Muawidz, dan Nusaibah Binti ka’ab. Mereka Ikut bersama kaum Pria dalam setiap peperangan, memberi minum,melayani tentara, mengobati yang terluka, bahkan memanggul senjata bila keadaan terpaksa.
Tinta sejarah telah mencatat kiprah muslimah pada zamannya, seperti Hadijah Binti Khuailid (Ummahatul Mukminin) yang merupakan wanita konglomerat dan pebisnis sukses. Ada juga sosok Aisyah Binti Abubakar, Ummu Salamah, Fatimah Azzahra yang tersohor sebagai wanita Intelektual dan acapkali terlibat diskusi dengan para sahabat dengan tema-tema sosial dan politik, mengkritisi kebijakan domestik maupun publik yang patriarkis pada zaman Khulafaur rasyidin.
Mensikapi perhatian Islam terhadap kaum wanita, Karen Armstrong seorang orientalis pernah menegaskan: “kita harus ingat pada masa sebelum Islam, dimana pembunuhan bayi wanita adalah hal yang biasa dan wanita sama sekali tidak memiliki haknya. Diperlakukan seperti budak, sebagai mahkluk yang tak berdaya yang tidak diakui keberadaannya. Pada masa yang primitif ini, apa yang telah dilakukan Mohammad untuk wanita adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Pemikiran bahwa wanita dapat sebagai saksi dan mempunyai hak waris adalah suatu hal yang sangat menakjubkan.
Bahkan, Anna King seorang tokoh pembaharu dan gerakan modern dalam Islam menegaskan, “Islam adalah yang pertama memberikan hak-hak kepada wanita pada masa dimana wanita tidak punya hak apapun, kecuali hanya sebagai milik laki-laki. Islam memberikan hak untuk berjual beli atas miliknya, berbisnis dan menyuarakan pandangannya dalam politik. Hal yang merupakan hak dasar dimana wanita Amerika baru mendapatkannya belakangan ini. Islam juga mendorong wanita untuk belajar dan mendalami agama, mendobrak aturan yang dalam agama lain masih diperdebatkan. Islam juga menghapus praktek pernikahan tanpa persetujuan wanitanya. Dengan segala bukti yang jelas dan nyata ini, adalah sangat menggelikan kalau masih ada pihak yang bersikeras tidak mengakui bahwa Islamlah sebagai “liberator wanita” yang pertama.
Peran Muslimah
Pentingnya peran dan posisi perempuan dalam Islam nampaknya telah menginspirasi Kartini dalam melakukan gerakan emansipasinya. Kartini menyampaikan kritikan yang konstruktif, gagasan, dan pandangan visionernya yang disampaikannya untuk mengkritisi problem sosial, khusus masalah perempuan yang ada di masanya didasari kebenaran nilai-nilai.
Ruh revolusi pemikiran Kartini telah menjadikan sosok wanita semakin berdaya di tengah kegelapan pada zamannya. Sehingga muncullah gagasan “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Gagasan atau pandangan visioner ini disampaikan Kartini guna mengkritisi problem sosial, khusus masalah perempuan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan perempuan. Kartini memberi catatan akhir esensi gagasannya, yakni: “bukan buat saingan laki –laki, untuk berkualitas melakukan peran, peran strategis perempuan membangun peradaban (ibu pendidik).
Ini menunjukkan betapa progresifnya pola berpikir Kartini untuk menyiapkan perempuan yang berkualias. Perubahan pola pikirlah yang membuat Kartini tampil menjadi sosok wanita yang berbeda dari kaum pada saat itu. Gagasan, ide, keberanian mengambil keputusan, sikap yang konsisten yang ada pada Kartini, semuanya berawal dari Perubahan Pola Pikir (mindset), yang berarti bahwa jika para wanita menginginkan terjadinya perubahan dalam kualitas hidup, maka ia harus mengawalinya dari Perubahan Pola Pikirnya, yang bisa diperoleh dari pendidikan.
Cita-cita Kartini dituangkan dalam suratnya kepada Prof Anton dan Nyonya, pada 4 Oktober 1902, yang berisi: ‘Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-sekali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan ke dalam tangannya, yakni menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama’.
Gagasan tersebut menegaskan bahwa ia telah menempatkan gerakan emansipasi wanita sesuai pada tempatnya, sebagaimana juga Islam telah memposisikan kaum perempuan sebagai mitra kaum laki-laki. Bahkan, emansipasi dalam perspektif Islam menegaskan bahwa kaum wanita mempunyai kedudukan yang sama dengan Pria dihadapan Allah. Sebab, di mata Allah kedudukan paling mulia seseorang dinilai dari sisi ketakwaanya. Islam telah melindungi kehormatan wanita dengan seperangkat aturan, seperti menutup aurat, tidak berikhtilat (bercampur) dan sebagainya. Bukti penghormatan Islam untuk Wanita adalah ia diposisikan sebagai tiang negara. Bahkan Islam meletakkan Surga di bawah talapak kaki Ibu.
Dengan demikian, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari gerakan emansipasi perempuan yang bisa diambil dari gagasan Kartini untuk kaum muslimah.
Pertama, perjuangan Kartini adalah bukan emansipasi tapi berusaha mendudukkan wanita dalam hak dan kewajibannya sebagai muslimah sejati. Kewajiban utama seorang wanita adalah melahirkan generasi robbani dan membangun peradaban yang baik
Pertama, perjuangan Kartini adalah bukan emansipasi tapi berusaha mendudukkan wanita dalam hak dan kewajibannya sebagai muslimah sejati. Kewajiban utama seorang wanita adalah melahirkan generasi robbani dan membangun peradaban yang baik
Kedua, sepanjang perjalanan hidupnya Kartini telah memberikan contoh yang nyata bagi kita bahwa keterbatasan fasilitas tidak menghalangi Kartini untuk terus belajar & mencari Kebenaran yang hakiki terutama penyelenggaraan pendidikan bagi kaum perempuan.
Ketiga, gagasan Kartini telah memberikan penguatan perempuan dalam berbagai bentuk kehidupan sosial, ekonomi, dan politik berdasarkan pada keterkaitan antara kebebasan pribadi dan aturan masyarakat yang berlaku.
Keempat, pemberdayaan perempuan seharusnya tidak dimaksudkan untuk memaksa perempuan bersaing dengan laki-laki dalam sektor publik untuk mencapai posisi yang sejajar, tetapi seharusnya dilakukan untuk mendorong perempuan menciptakan kerja sama dan sinergi antara perempuan dan laki-laki baik dalam sektor domestik maupun publik dalam mencapai tatanan keluarga dan masyarakat yang aman dan nyaman.