Selasa, 01 Maret 2011

Sumber Kekuatan itu Ada Padamu Indonesiaku


Kelahirannya melenyapkan kejahiliyahan Ibarat matahari terbit yang memasukkan malam kedalam siang.Ia menggali kasih sayang di saat seorang ayah mengubur hidup-hidup anak kandungnya. Ia membawa peradaban ke tengah-tengah kebiadaban. Dialah Islam. Agama yang haq yang telah disempurnakan Khaliq sebagai petunjuk bagi makhluq-Nya. Agama yang diakui dan dianut oleh orang sebersih Abu Bakar As-siddiq, sekaliber Umar bin Khattab, semulia Ustman bin Affan, dan setangguh Ali bin AbiTahalib. Dienulhaq yang menyinari dunia dengan ke-Tauhid-an dari kegelapan kolonialisme Romawi dan mitos-mitos Persia.

Agama monotheis ini menggeliat di tengah-tengah tindihan politheisme orthodoks. Tumbuh sebagai “barang aneh” membuat risih penyembah-penyembah kreasi manusia. Hingga pada akhirnya sejahat-jahatnya makar kemaksiatan bemaksud melenyapkan geliatan ini dengan seluruh daya dan upaya yang ada. Namun, sejarah mengabadikan bahwa “barang aneh” ini secara perlahan memikat beberapa sosok perindu hidayah, merasuk kedalam hati dan fikiran, menguasai tindak perbuatan, hingga pada akhirnya menjadi kekuatan.

Tepat sekali jika dikatakan “barang aneh” ini tumbuh sebagai kekuatan. Kekuatan yang mampu menghancurkan seribu pasukan hanya dengan 314 pasang tangan perindu syahid di lembah Badar. Kekuatan yang berhasil menguatkan tiga ribu pejuang untuk mempertahankan sebuah kota kecil dari gempuran sepuluh ribu tentara “Al-Ahzab” yang berkonspirasi. Hingga pada akhirnya kekuatan ini mampu membebaskan 2/3 wilayah bumi untuk mengakui ke-Tauhidan Allah dan kerasulan Muhammad saw. Kekuatan ini berhasil menegakkan peradaban Islam yang mulia hingga bukan saja dunia Barat, namun seluruh penjuru dunia kala itu berkiblat ke arah panji-panji Islam. Benar-benar kekuatan yang tajam dan tidak terkalahkan.

Kisah itu bukanlah sekedar barisan-barisan pelengkap koleksi kebohongan sejarah. Namun kebenarannya merupakan sebuah hikmah yang bisa kita tarik kemanfaatannya. Keterwujudan peradaban Islam bukanlah ditentukan dari seberapa banyak jumlah pemeluknya, bukan dari seberapa besar armada perangnya. Namun, sekali lagi saya tekankan bahwa peradaban yang sama-sama kita semua harapkan ini hanya akan beridiri kembali manakala pemeluk Islam itu mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam seluruh tatanan kehidupan, tanpa terkecuali. Jauh dari nilai-nilai kesekuleran, jauh dari anggapan bahwa agama hanya sekedar ritual yang terpisahkan dari interkasi horizontal kehidupan.

Faktanya, komunitas pewaris kekuatan itu, yakni pemeluk Islam, saat ini terkonsentrasi dalam jumlah besar di sebuah archipelago permai yang tak lain adalah Indonesia. Sudah seberapa sadarkah kita bahwa sebenarnya potensi terbesar bangsa ini terletak pada Islam yang menjadi agamanya? Sudah saatnya kita bangkit, ber-amal jama’i dalam menggali kekuatan besar yang sudah terlalu lama terkubur dalam tubuh bangsa ini. Demi menghidupkan kembali cahaya peradaban yang dahulu pernah dinikmati umat didikan sesosok manusia pilihan, Rosulullah Muhammad saw.

Khairil Azhar (Kom B BP Nas Jabar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar